Mewawancarai Edwin, salah satu sutradara Indonesia terbaik saat ini, dalam format video tentang film terbarunya yang dinanti-nanti:
.
Lewat Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, Edwin mencetak sejarah sebagai sutradara Indonesia pertama yang memenangkan penghargaan tertinggi di sebuah festival film internasional ternama; tepatnya Golden Leopard dari Festival Film Locarno pada Agustus 2021 lalu.
Tak bisa dipungkiri bahwa kabar tersebut datang menjadi kejutan (film Indonesia menang Film Terbaik di sebuah festival film besar berskala internasional? Terdengar janggal, bukan?), tetapi harus diakui jikalau ada sutradara Indonesia kini yang layak mendapat trofi bergengsi dalam lingkup global, maka Edwin adalah satu dari sedikit nama yang muncul ke pucuk pikiran.
Talentanya sudah bersinar terang sejak awal karier ketika ia menggarap film-film pendek secara independen. Dajang Soembi, Perempoean Jang Dikawini Andjing (2004), Kara, Anak Sebatang Pohon (2005), A Very Boring Conversation (2006), dan Hulahoop Soundings (2008) adalah beberapa judul film pendeknya yang menuai pujian. Edwin kemudian semakin disegani setelah perilisan film panjangnya yang tak kenal kompromi: Babi Buta Yang Ingin Terbang (2008) dan Kebun Binatang (2012) yang menjadi film Indonesia kedua dalam sejarah yang ikut kompetisi di Festival Film Berlin.
Ia lalu mencoba peruntungannya di pasar film Indonesia yang lebih komersial; merilis dua film besar dalam rentang hanya satu tahun melalui Posesif (2017) serta Aruna dan Lidahnya (2018). Aktris dan aktor papan atas dalam negeri bergantian menghiasi kedua film tersebut, dari Dian Sastro hingga Putri Marino, Nicholas Saputra hingga Adipati Dolken. Salah satu pencapaian Edwin pada fase ini adalah memenangkan Piala Citra sebagai Sutradara Terbaik untuk Posesif.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas pun seolah menjadi muara dari beragam pengalaman yang sudah dilalui Edwin sejauh ini. Film ini meleburkan tutur sinema Edwin yang berlapis dan kaya alegori dengan kepiawaiannya dalam menjaga minat penonton di sepanjang film; membuat Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas bisa disukai penikmat arthouse dan penggemar film yang lebih umum sekaligus.
Kepada Printscreen, Edwin bercerita soal apa pun yang berhubungan dengan film barunya ini. Dimulai dari perjumpaan pertamanya dengan materi asli berupa buku yang ditulis Eka Kurniawan, proses pengerjaannya, hingga latar belakang sosial politik yang menyelimuti. Tonton video wawancara kami dengan Edwin di atas.
© copyright 2021 Printscreen